Erupsi.com, MEDAN – Perasaan Adi, bukan nama sebenarnya, tidak biasa. Seperti ada yang menyertai perjalanan patroli bersama tim kali ini. Suara jangkrik dan segala macam satwa penghuni hutan belantara seolah lenyap ditelan sepi.
Setibanya di suatu lokasi yang tak jauh dari aliran air, langkah mereka terhenti. Ternyata, hari ini menjadi sejarah bagi Adi dan empat rekannya.
Kaget bercampur takjub sontak menyelimuti mata lelaki berkulit gelap itu saat menyaksikan langsung seekor badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis) sedang asyik berjalan di tengah semak.
Lebat dan tingginya pepohonan khas hutan tropis menjadi saksi bisu momen menakjubkan sekaligus super langka.
Selama puluhan tahun bertugas, Adi tidak pernah bermimpi, apalagi menyangka bakal melihatnya dari jarak dekat di alam liar.
Adi merupakan seorang petugas otoritas terkait yang berada di Sumatera. Kami sengaja merahasiakan identitas serta lokasi penemuan badak demi meminimalisir perburuan. Peristiwa itu terjadi tiga tahun silam. Tepatnya pada 22 Juli 2019 pukul 11:29 WIB.
“Awalnya kaget. Karena dekat sekali jarak kami, hanya beberapa meter di depan saya,” kata Adi kepada Erupsi, Rabu (26/10/2022).
Foto Bersejarah
Tak mau lewat begitu saja, Adi langsung bergegas membuka tas dan menarik kamera. Rasa cemas menyertai petualangan. Dia sadar, mamalia raksasa di hadapannya bersifat buas dan soliter.
Kehadiran mereka bisa mengusik si pemarah yang mampu dengan mudah menghujamkan cula tajam. Akan tetapi, rasa takut tak mampu membendung. Adi pun memberanikan diri menjalankan tugas.
Badak sempat bereaksi saat mendengar suara jepretan kamera. Suasana berubah horor tatkala sang badak menatap tajam ke arahnya. Melihat pergerakan, Adi langsung bergegas. Beruntung, dia berhasil mengabadikan momen.
Kini, foto badak hasil jepretan terpampang rapi di dinding rumah Adi.
Berkat dedikasi monitoring badak ini pula yang membuat Adi mengantongi penghargaan dari Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Tawa puasnya menutup cerita singkat ini.
“Alhamdulillah, sekarang jadi kenang-kenangan saya,” ujar Adi.
Nasib Adi terbilang mujur. Pada masa kini, jumlah satwa itu diperkirakan tak lebih dari 100 ekor di dunia.
Badak Sumatera adalah famili Rhinocerotidae dari genus Dicerorhinus. Mereka merupakan satu dari lima spesies badak yang tersisa di dunia.
Ciri Badak Sumatera
Berbeda dengan saudaranya badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), badak Sumatera memiliki dua cula. Cula depan atau anterior memiliki panjang 25 – 80 sentimeter. Sedangkan panjang cula belakang atau posterior umumnya tak lebih dari 10 sentimeter.
Badak jenis ini dikenal sebagai yang terkecil di dunia. Umumnya, mereka memiliki tinggi 112 – 145 sentimeter dan panjang 2,36 – 3,18 meter. Mereka juga mempunyai ekor dengan panjang sekitar 35 – 70 sentimeter. Sementara itu, bobotnya berkisar 500 – 1.000 kilogram.
Badak Sumatera memiliki warna kulit kecokelatan dengan sedikit merah dengan lapisan tertutup bulu. Inilah sebab mereka dijuluki badak berambut.
Menurut penelitian Strein (1974), badak Sumatera mengonsumsi 108 spesies tumbuhan. Antara lain 82 spesies daun, 17 spesies buah, tujuh spesies kulit kayu, dan dua spesies bunga.
Badak ini dikenal doyan pohon bergetah seperti nangka (Artocarpus integra) dan semak mania (Urophyllum spp). Mereka juga gemar berkubang. Biasanya, badak akan berkubang setidaknya sekali setiap hari.
Habitat Badak Sumatera
Dulu, populasi badak Sumatera tersebar hingga ke Vietnam, Laos, dan Kamboja. Meski nama belakangnya Sumatera, spesies ini juga hidup di Kalimantan.
Badak Sumatera umumnya ditemukan di daerah berbukit dan memiliki banyak sumber air seperti hutan hujan tropis.
Namun, kondisi juga membuat mereka bertahan hidup hingga bergeser ke hutan sekunder. Mulai dari rawa, dataran rendah sampai pegunungan.
Kini, badak Sumatera ditemukan antara lain di Taman Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Gunung Leuser. Sementara populasi di Taman Nasional Kerinci Seblat dinyatakan punah pada 2001 silam. Begitu pula yang ada di Malaysia.
Sifat Badak Sumatera
Badak Sumatera merupakan satwa penjelajah dan soliter. Badak bersifat protektif terhadap teritorialnya. Mereka gemar meninggalkan tanda dengan cula untuk menandakan wilayah.
Sesama badak dikenal cenderung saling menghindar. Sifat inilah yang membuat mereka sulit berkembang biak. Spesies ini juga memiliki usia hidup yang relatif singkat. Rata-rata hanya 35 – 40 tahun.
Badak betina mulai masuk masa reproduksi setelah berusia tahun dan akan subur selama 24 tahun. Ketika hamil, betina akan mengandung selama 18 bulan. Badak maksimal melahirkan 4 – 5 anak dalam hidup.
Harapan
Badak Sumatera masuk dalam kategori critically endangered versi International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Berdasarkan data Population and Habitat Viability Analysis (PHVA) pada 2016 lalu, populasinya tak lebih dari 100 ekor. Jumlahnya bahkan diyakini hanya tersisa 80-an ekor lagi.
Di tengah penantian, harapan baru muncul belum lama ini. Pada 24 Maret 2022 lalu, seekor badak melahirkan di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas. Badak betina itu dilahirkan oleh induk bernama Rosa.
Kelahiran ini menambah jumlah badak di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas menjadi delapan ekor. Yaitu Rosa, Bina, Ratu, Andalas, Harapan, Andatu dan Delilah.
Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas merupakan satu-satunya tempat pengembangbiakan badak Sumatera secara alami dengan dukungan teknologi serta kolaborasi multipihak.