Erupsi.com, Medan – Seekor anak gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) penghuni Pusat Latihan Gajah (PLG) Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung bernama Taufan meninggal dunia pada Minggu (30/10/2022) pukul 13.30 WIB.
Sejauh ini, otoritas yang bersangkutan belum mengetahui secara pasti penyebabnya. Balai TNWK masih menunggu hasil uji pemeriksaan laboratorium di Balai Besar Veteriner Wates (BBVET) Bandar Lampung.
Nekropsi Gajah Taufan
Dari hasil pengamatan visual atau makroskopis, diketahui bahwa satwa tersebut dalam kondisi normal dan tidak ditemukan luka pada tubuhnya. Tindakan nekropsi dilakukan oleh drh Diah Esti Anggraini bersama tim medis.
Kesaksian pawang Taufan juga menyebut gajah cilik masih aktif berlari serta makan dan minum dengan normal sehari sebelum tewas.
Oleh sebab itu, Balai TNWK menduga Taufan tewas akibat virus. Dari hasil nekropsi, diketahui terdapat sedikit perubahan pada bagian organ hati, limpa, saluran pencernaan dan lidah.
Kemudian juga terlihat pelemahan di beberapa jaringan organ gajah malang tersebut.
“Diagnosa sementara dan differential diagnosa yaitu Herpes virus, Gastritis-Enteritis, Hepatitis,” petikan keterangan tertulis Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai TNWK Hermawan.
Taufan merupakan gajah jantan anak dari induk bernama Bunga. Taufan dilahirkan di PLG TNWK pada 4,7 tahun lalu.
Gajah Taufan memiliki gading kanan sepanjang 23 sentimeter dengan lingkar sepanjang 12 sentimeter dan berat 2 ons. Sedangkan gading kirinya sepanjang 18 sentimeter dengan lingkar 11,5 sentimeter dan berat 2,5 ons.
Virus EEHV
Selama ini, anak gajah diketahui rentan terpapar oleh virus tertentu. Di antaranya adalah Elephant Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV).
Ancaman virus ini sempat membayangi anak-anak gajah yang baru lahir di Pusat Latihan Satwa Khusus Gajah Sumatera Tangkahan, Kabupaten Langkat Sumatera Utara, beberapa tahun lalu.
EEHV pernah menewaskan dua ekor anak gajah di tempat tersebut pada 2013 dan 2015. Selama didirikan pada 2003 silam, Pusat Latihan Satwa Khusus Gajah Sumatera Tangkahan telah melahirkan tiga generasi.
Pada generasi pertama, ada tiga ekor anak gajah yang lahir. Namun malang, ketiganya mati akibat terjangkit EEHV tipe A.
Sedangkan untuk generasi kedua juga terdapat tiga ekor gajah yang lahir di lokasi tersebut. Masing-masing bernama Christ, Albertina dan Europa. Nasib mereka lebih beruntung karena kini dalam kondisi sehat.
Namun beberapa tahun lalu, Europa sempat terserang penyakit dengan gejala menyerupai EEHV.
Menurut penjelasan Founder and Director of Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (Vesswic) Dr Muhammad Wahyu, terdapat tujuh tipe atau strain EEHV.
Di antaranya ada yang bersifat bersifat lethal atau mematikan, namun ada pula yang tidak. Menurut Wahyu, EEHV adalah epidemic yang telah menjalar di seluruh penjuru dunia. Virus ini umumnya menjangkiti bayi gajah yang berusia di bawah lima tahun.
Vaksin Belum Ditemukan
Tidak hanya menyerang Gajah Sumatera, virus itu juga menjangkiti jenis gajah lain, seperti Gajah Afrika (Loxodonta) dan Gajah Asia (Elephas maximus). Di sisi lain, vaksin untuk menangkal virus tersebut juga belum ditemukan hingga saat ini.
“Jadi bukan hanya menyerang Gajah Sumatera saja. Virus ini telah hadir di seluruh penjuru dunia yang mengancam pertumbuhan populasi gajah. Mekanisme penularan penyakit ini belum diketahui dan belum ada,” ungkap Wahyu.
Sembari menunggu formula penangkal virus itu, tambah Wahyu, Vesswic berupaya terus mengembangkan sumber daya manusia di bidang medis veteriner dan daya dukung laboratorium.
“Sampai sekarang dunia belum bisa menyimpulkan fenomena ini dan juga belum menemukan vaksinnya. Untuk sementara perawatannya masih dengan obat antivirus bernama Acyclovir. Tapi biayanya mahal sekali,” kata Wahyu.
Gajah Sumatera merupakan satwa endemik Indonesia. Satwa ini dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Barang siapa saja yang memelihara, memburu, memperjualbelikan dan menyelundupkan Gajah Sumatera akan dikenakan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Gajah Sumatera masuk dalam kategori kritis atau Critically Endangered versi International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List.