Erupsi.com, MEDAN – Sumatra Tropical Forest Journalism (STFJ) kembali menggelar pelatihan jurnalistik lingkungan. Kegiatan ini diikuti oleh 21 orang mahasiswa-mahasiswi asal Sumatera Utara dan Aceh.
Mereka resmi menjadi Inji Warrior Angkatan II setelah mengikuti rangkaian pelatihan yang berlangsung pada 8-12 November 2022.
“Tahun ini kami telah kembali menggelar Inji Warrior Camp. Tujuannya masih sama, mencari bibit-bibit jurnalis lingkungan muda,” kata Direktur STFJ Rahmad Suryadi kepada Erupsi, Selasa (15/11/2022).
Berbeda dari tahun lalu, Inji Warrior Camp kali ini digelar di Rock Island Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Di antara tebing bebatuan dan gua, peserta pelatihan memeroleh berbagai materi yang disampaikan oleh sejumlah pakar.
Antara lain dipaparkan oleh Direktur Yayasan PETAI Masrizal Saraan, Direktur Leuser Conservation Programme (LCP) Ismail Pong, Direktur Conservation Response Unit (CRU) Aceh Wahdi Azmi.
Kemudian oleh Leuser Landscape Manager WCS-IP Tarmizi dan Ketua Dewan Kehutanan Sumatera Utara Panut Hadisiswoyo.
“Banyaknya kasus-kasus kerusakan lingkungan, konflik satwa dengan manusia menjadi tantangan jurnalis untuk memberikan informasi yang komprehensif,” kata Rahmad.
Semangat Akbar, satu di antara puluhan peserta, semakin bergelora setelah sadar bahwa jurnalis lingkungan punya peran besar terhadap dinamika konservasi di Indonesia.
“Saya pikir awalnya hanya tentang bagaimana menulis berita lingkungan. Ternyata saya baru saya tahu kalau isu lingkungan kita ternyata luar bisa. Semoga tahun depan ada lagi pelatihan-pelatihan seperti ini,” kata Akbar.
Jurnalis Lingkungan Sebagai Early Warning
Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) Ujang Mamat Rahmat berharap keberadaan jurnalis muda mampu mendeteksi persoalan lingkungan yang kompleks.
Jurnalis berperan memberi pemahaman dan edukasi kepada publik tentang pentingnya pelestarian lingkungan melalui media massa.
“Kita butuh generasi yang bisa menyampaikan isu konservasi ke masyarakat luas agar bisa menjadi early warning atau deteksi dini untuk mencegah permasalahan lingkungan,” kata Mamat.
Mamat mendorong agar pelatihan-pelatihan dapat semacam ini dapat terus dikembangkan. Sehingga upaya pelestarian lingkungan dapat lebih efektif.
“Kesadaran menjaga alam, kesadaran menjaga lingkungan, konservasi, tumbuhan, satwa liar harus kita jaga. Dan itu sebagai titipan anak cucu kita di masa yang akan datang,” katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kehutanan Daerah Sumatera Utara sekaligus Founder Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) Panut Hadisiswoyo berharap kegiatan ini menjadi solusi alternatif untuk menekan persoalan lingkungan. Khususnya soal perdagangan satwa.
“Saya berharap Inji Warrior Camp ini mampu menghasilkan jurnalis yang mampu mengedukasi masyarakat bahwa perdagangan satwa ilegal di Indonesia saat ini sudah pada level darurat,” kata Panut.